Gresik, kompaspemburukeadilan.com-Kejadian tidak menyenangkan dialami oleh sejumlah wartawan Jawa Timur saat berkunjung ke Polres Gresik untuk menemui Kasat Narkoba, Jumat (07-02-3025). Kunjungan tersebut bertujuan untuk mengonfirmasi terkait pemberitaan hoaks yang beredar di lingkungan Polres Gresik.
Saat tiba di kantor, para wartawan tidak dapat bertemu langsung dengan Kasat Narkoba karena sedang ada kegiatan di luar. Mereka kemudian diarahkan untuk menemui Kanit Satresnarkoba yang bernama Khamim.
Ketika memasuki ruang depan yang ditempati beberapa staf administrasi, suasana kantor terdengar normal. Namun, tak lama kemudian, terdengar suara musik dari ruangan lain yang semakin keras, bahkan disertai dengan nyanyian keras yang mengganggu aktivitas di dalam ruangan.
Di tengah situasi tersebut, Kanit Khamim menanyakan kepada wartawan, “Mas, sudah WA Pak Kasat?” Wartawan pun menjawab, “Sudah, Ndan, kami diarahkan ke jenengan,” ungkap salah satu wartawan.
Para wartawan diminta menunggu selama hampir setengah jam, tetapi tidak juga diajak bicara lebih lanjut. Saat mereka kembali menanyakan kejelasan, mereka justru diminta untuk kembali menghubungi Kasat Narkoba melalui telepon atau WhatsApp. Namun, panggilan dan pesan mereka tidak mendapat balasan sama sekali.
Tak lama kemudian, para wartawan justru diminta keluar dari ruangan tanpa alasan yang jelas. Mereka pun bertanya-tanya apakah kehadiran mereka memang mengganggu aktivitas anggota Satresnarkoba yang sedang mendengarkan musik keras dan bernyanyi saat jam kerja berlangsung.
Lebih disayangkan lagi, para wartawan yang semula berada di ruangan ber-AC justru diarahkan ke luar, di area yang panas dan pengap tanpa pendingin udara.
FRJRI (Forum Reporter danJurnalis Republik Indonesia), sebagai organisasi yang memperjuangkan hak-hak wartawan, menyesalkan kejadian ini. Bang Moka, salah satu perwakilan FRJRI, menyatakan akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan hak-hak profesi jurnalistik tetap dihormati.
“Kami berharap tindakan ini menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih menghormati profesi wartawan sebagai salah satu pilar penting dalam demokrasi,” tegas Bang Moka.
Ketua FRJRI Jatim juga mengingatkan bahwa profesi wartawan di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta dilindungi oleh Kode Etik Jurnalistik. Wartawan memiliki tugas mulia untuk menyampaikan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
“Tindakan Kanit Khamim yang menyuruh kami keluar ruangan mencerminkan sikap yang merendahkan profesi jurnalis. Hal ini tidak hanya mencoreng citra kepolisian tetapi juga dapat merusak hubungan antara pers dan aparat penegak hukum,” lanjut Bang Moka.
FRJRI menegaskan bahwa tugas jurnalis dilindungi undang-undang, dan segala bentuk tindakan yang menghambat kerja jurnalistik bertentangan dengan hukum. “Tindak kekerasan atau pelecehan terhadap wartawan akan menghambat mereka dalam memenuhi tugasnya, yakni menyediakan informasi yang dibutuhkan masyarakat agar mereka dapat menjalani kehidupan secara bebas dan berdaulat,” tutupnya.
(Tim)